Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2025

Puisi Tinta Yang Menyelamatkanku Dari Sunyi

Gambar
  Tinta Yang Menyelamatkanku Dari Sunyi Karya Sabila Nurfaidah Aku adalah suara yang dicekik senyap, lidahku terkunci di peti harap. Aku adalah rahasia yang terkapar di dada, terikat rantai tatapan yang menuntut sempurna. Mereka ingin aku tersenyum, meski luka menganga di tulang pipi. Mereka ingin aku diam, meski jeritanku menyayat dari dalam sunyi. Setiap kata yang hendak lahir ditikam ekspektasi yang tak mengenal ampun, setiap air mata yang hendak jatuh dihalau hukum tak tertulis yang memaksa kuat. Aku ingin bicara tentang bagaimana nafasku dipaksa tenggelam, tentang bagaimana aku dikubur dalam dusta, tentang bagaimana aku hidup dalam kematian. Tapi mulut ini bukan milikku, ia milik mereka yang menuliskan vonis bahkan sebelum aku membuka bibir. Aku tak bisa menangis, karena air mata adalah pengkhianatan dan dunia tak pernah memberi ampun pada penghianat. Maka aku menulis dengan tinta yang lebih jujur dari detak nadiku, dengan kertas yang tak menghakimi jiwaku. Huruf-huruf ini ada...

Puisi Salahkah Aku Ingin Menjadi Seperti Dia?

Gambar
Salahkah Aku Ingin Menjadi Seperti Dia? Karya Sabila Nurfaidah Aku ingin sepertinya disambut senyum di mana pun ia melangkah, dipandang dengan mata penuh kekaguman, dipuji bahkan sebelum ia berkata, seolah dunia diciptakan untuknya seorang. Dia sempurna. Parasnya seperti lukisan dewa, kulitnya seperti porselen yang tak retak, senyumnya seperti fajar yang selalu dinantikan, tatapannya menenangkan, tutur katanya menawan. Dia seperti musim semi yang tak pernah mati, seperti bintang yang tak pernah redup. Bahkan jika ia melakukan kesalahan, dunia menutup mata dan memaafkannya, karena baginya, segala hal bisa dimaklumi. Sementara aku? Aku hanyalah bayangan yang mengikutinya dari jauh, bukan bunga, bukan bintang, bukan siapa-siapa. Aku menggendong kepedihan seperti beban tak kasat mata, tersenyum pun terasa seperti dosa, karena mereka lebih suka melihatku jatuh. Mereka menunggu kesalahanku, sekecil apa pun, sepele apa pun, agar mereka bisa merobekku lebih dalam. Tiada kebencian untuknya, tid...

Dunia Yang Menelan Namaku

Gambar
 Dunia Yang Menelan Namaku Karya Sabila Nurfaidah PENGANTAR Kirana bukan siapa-siapa. Ia hanyalah sebutir debu yang terseret angin, daun layu yang jatuh tanpa pernah ada yang peduli. Ia adalah bayangan yang bergerak di antara keramaian, tapi tak pernah benar-benar ada. Sejak kecil, ia diajarkan bahwa dunia hanya berpihak pada mereka yang bersinar—mereka yang lahir dengan keberuntungan yang mengalir dalam darahnya. Tapi Kirana? Ia bukan bintang, bukan kilauan emas yang dicari-cari orang. Ia hanyalah bayangan, eksistensi yang tak lebih dari sekadar angka dalam statistik manusia yang tak penting. Ia tumbuh, tubuhnya bertambah tinggi, tangannya semakin kuat, tetapi jiwanya? Jiwanya telah lama terkubur di bawah reruntuhan harapan yang dihancurkan oleh dunia. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti hukuman, setiap hembusan napasnya seperti pengingat bahwa ia tidak pernah benar-benar diinginkan. Dulu, Kirana percaya bahwa jika ia cukup pintar, cukup berusaha, cukup baik, maka dunia ak...

Cerpen Gubuk Terkutuk

Gambar
'Gubuk Terkutuk' Karya Sabila Nurfaidah Matahari mulai merayap naik, mengoyak kabut tipis yang menyelimuti desa. Kokok ayam bersahut-sahutan, bersatu dengan lantunan azan yang menggema dari menara masjid tua. Fathan menggeliat di atas kasur lusuhnya, matanya masih berat, tubuhnya enggan beranjak. Namun, bisikan iman lebih kuat dari rasa kantuk. Dengan gerakan malas, ia menyambar sarung dan pecinya, lalu melangkah keluar rumah. Angin subuh menusuk kulitnya seperti ribuan jarum es. "Astaga, kenapa dingin sekali hari ini?" gumamnya sambil menguap berulang kali. "Hei, Fathan!" terdengar suara Radi memanggil dari belakang. "Halo! Mau ke masjid?" Fathan menyapa. "Ya iyalah, emangnya mau kemana lagi?" Radi terkekeh. Ilham yang berjalan di sampingnya ikut tertawa. Setibanya di masjid, mereka mengambil wudhu, lalu bergabung dengan jamaah lainnya. Setelah sholat subuh, mereka mengikuti pengajian rutin bersama Bu Aisyah, guru mengaji yang telah mend...