Puisi Tinta Yang Menyelamatkanku Dari Sunyi
Tinta Yang Menyelamatkanku Dari Sunyi
Karya Sabila Nurfaidah
Aku adalah suara yang dicekik senyap,
lidahku terkunci di peti harap.
Aku adalah rahasia yang terkapar di dada,
terikat rantai tatapan yang menuntut sempurna.
Mereka ingin aku tersenyum,
meski luka menganga di tulang pipi.
Mereka ingin aku diam,
meski jeritanku menyayat dari dalam sunyi.
Setiap kata yang hendak lahir
ditikam ekspektasi yang tak mengenal ampun,
setiap air mata yang hendak jatuh
dihalau hukum tak tertulis yang memaksa kuat.
Aku ingin bicara
tentang bagaimana nafasku dipaksa tenggelam,
tentang bagaimana aku dikubur dalam dusta,
tentang bagaimana aku hidup dalam kematian.
Tapi mulut ini bukan milikku,
ia milik mereka yang menuliskan vonis
bahkan sebelum aku membuka bibir.
Aku tak bisa menangis,
karena air mata adalah pengkhianatan
dan dunia tak pernah memberi ampun pada penghianat.
Maka aku menulis
dengan tinta yang lebih jujur dari detak nadiku,
dengan kertas yang tak menghakimi jiwaku.
Huruf-huruf ini adalah tanganku yang terangkat dari kubur,
kalimat-kalimat ini adalah jeritan yang akhirnya hidup.
Di antara huruf dan spasi,
aku bisa bernapas tanpa leher tercekik,
tanpa mata-mata yang menghujam belati,
tanpa harus membela diriku dari pengadilan semu.
Di dunia kata-kata, aku tak perlu menjadi batu,
aku tak perlu membiarkan diriku membusuk tanpa suara.
Aku bisa menjadi luka yang berteriak,
menjadi kepedihan yang dibiarkan berdarah.
Di sana, aku tak lagi mayat yang dikubur harapan,
tak lagi bayangan yang dilupakan.
Di sana, aku ada.
Aku. Hidup.
Komentar
Posting Komentar